Translate

Jumat, 23 Agustus 2013

KERIS TILAM UPIH








KERIS TILAM UPIH
PAMOR : WENGKON ISEN
TANGGUH : ESTIMASI MATARAM SENOPATEN
RANGKA LADRANG
FILOSOFI TILAM UPIH
Banyak cerita tentang keris pusaka keluarga (“ampuh”) dengan dapur Tilam upih ini. Banyak yang meyakini bahwa pusaka yang berwujud keris memiliki bentuk-bentuk sederhana, seperi halnya Tilam Upih. Tilam Upih memiliki ricikan terdiri dari gandik, pijetan/blumbangan dan tikel alis. Menurut cerita dahulu kala, salah satu wali dari majelis wali-sanga, yaitu Kanjeng Sunan Kalijaga pernah menyarankan kepada pengikut-pengikut beliau. Bahwa keris pusaka pertama yang harus dimiliki adalah keris dengan dapur Tilam Upih.
Menurut beliau keris dengan dapur ini, bisa menjadi pengikut/teman yang setia disaat suka maupun duka, disaat prihatin dan disaat jaya. Tilam Upih yang dalam terminologi Jawa berarti tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk alas tidur, diistilahkan sebagai  kondisi sedang tirakat/prihatin, masih tidur dengan alas yang keras, belum dengan alas yang empuk.  Untuk itu dengan Keris Pusaka Tilam Upih diharapkan memperoleh efek ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu, banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur Tilam Upih. Keris Pusaka selanjutnya yang perlu untuk dimiliki biasanya Berdapur Tilam Sari. Keris yang melambangkan kejayaan pemiliknya.
PAMOR WENGKON ISEN PENDARINGAN KEBAK
 Tentang Pamor Wengkon
Dilihat dari penampilannya, tampak seolah pamor yang sederhana. Tetapi pamor Wengkon atau Tepen tidak dapat dibuat oleh sembarang empu. Hanya para empu yang cermat dan teliti dalam kerjanya yang sanggup membuat motif pamor Wengkon dengan baik.
Bentuk gambaran motif pamor Wengkon berupa garis yang membentuk bingkai sejak dari bagian gandik. Ke tepi depan, ke pucuk, ke tepi belakang, hingga wadidang keris. Kata wengkon artinya memang bingkai. Sedangkan nama Tepen, berasal dari kata tepian.
Karena membentuk bingkai, pamor ini terkadang disebut juga pamor Lis-lisan. Lis = bingkai.
Tuah atau angsar pamor wengon bagi sebagian pencinta keris dipercaya dapat melindungi pemiliknya dari bahaya, penangkal guna-guna, penangkal fitnahan, mencegah gangguan binatang buas dan berbisa. Pamor wengkon secara umum tidak pemilih, artinya siapa saja cocok memiliknya.
Pamor wengkon banyak yang dikombinasikan dengan pamor lainnya, seperti wos wutah, ron genduru, tambal, dlsb.


Tentang Pamor Pedaringan Kebak :
Pamor ini ditinjau dari gambaran motifnya sangat mirip dengan pamor wos wutah. Ditinjau dari sudut arti namanya pun ada kaitannya. Wos Wutah artinya Beras Tumpah, sedangkan Pedaringan Kebak artinya Peti Beras yang penuh. Kata “pedaringan” artinya peti beras. Dulu, orang Jawa umumnya menyimpan beras dalam sebuah peti besar terbuat dari kayu.
Dari segi bentuk gambaran pamornya, pedaringan kebak lebih ruwet dibandingkan dengan bentuk gambaran pamor wos wutah. Pamor ini boleh dikatakan menempati hampir seluruh permukaan bilah keris, tidak mengelompok menjadi beberapa bagian.
Sedangkan tuahnya bagi yang percaya, lebih kurang sama denga tuah pamor wos wutah. yaitu ketentraman rumah tangga, karier, memudahkan datangnya rezeki, dan juga sebagai penolak bencana.
Pamor ini tidak pemilih, artinya siapa saja cocok memilik keris dengan pamor ini.
ATAS KEHENDAK ALLAH SWT SEMUA BISA TERJADI

KERIS SINOM WORA WARI








KERIS SINOM WORA WARI
PAMOR: UDAN EMAS
TANGGUH :ESTIMASI MADIUN
WARANGKA : KAYU JATI
 KERIS LURUS

Jenis keris lurus adalah jenis yang sederhana dalam bentuknya pada awalnya. Namun seiring perkembangan jaman bentuk lurusnya tidak lagi sederhana, karena dihiasi dengan bermacam-macam motif pamor, dapur keris dan hiasan, seperti pamor udan mas dan melati rinonce.
Dalam kategori keris lurus termasuk juga pusaka lain yang bentuknya tidak mirip keris, tetapi dimasukkan dalam kategoti keris, seperti keris berdapur banyak angrem, keris dapur semaran atau keris yang berbentuk gunungan.

Jenis keris lurus mengandung sisi spiritual dalam pembuatannya sebagai lambang kelurusan hati, kepercayaan diri dan mental yang kuat, keteguhan hati pada tujuan dan sarana pemujaan kepada Sang Pencipta. Sesuai sifat kerisnya itu, si pemilik keris diharapkan selalu menjaga kelurusan dan keteguhan hati, tekun beribadah, menjaga moral dan budi pekerti dan sikap ksatria.
Keris lurus juga diidentikkan sebagai lambang ksatria, ketulusan hati dan sikap setia pada tanggung jawab, dan menjadi sarana doa untuk menundukkan keilmuan orang-orang jahat, untuk membela kebenaran dan orang-orang yang tertindas. Banyak ksatria jaman dulu yang lebih memilih keris lurus daripada keris ber-luk.
Dalam ritual-ritual pemujaan, selain si pemilik beribadah kepada Yang Maha Kuasa, keris itupun diberi sesaji dan doa sebagai sarana menyatukan kebatinan, menjadi satu kesatuan kebatinan supaya doa-doa sang pemilik keris, bersama kerisnya, dapat sampai kepada Yang Dipuja. Bagi pemiliknya, keris lurus berguna, selain sebagai senjata dan pusaka, juga menjadi sarana untuk membantu dalam kerohanian.




Pada masanya, keris bukan hanya menjadi senjata ataupun pusaka, tetapi juga dianggap sebagai 'berkah' (wahyu) dari dewa kepada sang pemilik keris, sesuai agama manusia pada masa itu. Karena itulah sang pemilik keris akan benar-benar menjaga dan memelihara kerisnya, bahkan juga akan meng-"keramat"-kannya, lebih daripada sekedar senjata atau pun jimat.
Dalam ritual kerohanian, ada juga suatu jenis keris lurus yang dijadikan sarana pembersihan gaib dari mahluk halus yang mengganggu (keris sajen), seperti dalam ritual ruwatan sengkolo, ritual bersih desa, pemberkatan pembukaan lahan baru, dsb, yang biasanya kemudian keris itu akan dilarung.
Pada jaman sekarang ini, dibandingkan jenis keris ber-luk, biasanya jenis keris lurus masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap. Rangkaian kesatuan tuah yang lengkap ini jarang sekali didapatkan dari keris-keris ber-luk pada jaman sekarang ini. Dalam pemeliharaannya, dibandingkan keris ber-luk, biasanya keris lurus lebih banyak menuntut untuk sering diberi sesaji.
Biasanya ketajaman energi gaib keris lurus dapat dirasakan ketika ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang. Secara umum, walaupun bentuknya lebih sederhana, namun keris lurus memiliki kegaiban dan wibawa yang lebih kuat dan lebih wingit  dibandingkan keris ber-luk. Selain itu, karena wibawa kegaibannya yang kuat, banyak keris lurus, terutama yang dulunya dibuat di Jawa Tengah, sebenarnya adalah  Keris Tindih.
PAMOR UDAN EMAS

Pamor Keris adalah gambar yang terdapat pada bilah (wilah) keris. Sebenarnya, Pamor bukan hanya terdapat pada keris tetapi juga pada tosan aji atau benda-benda pusaka bertuah lainnya seperti tombak, pedamg, cundrik dan lain sebagainya. Pamor pada keris maupun pada tosan aji lainnya memiliki makna simbolik dan makna filosofis yang terkandung didalamnya. Dengan memahami pamor Keris, maka akan dapat menangkap pesan moral emasing-masing pamor pada tosan aji tersebut.  Salah satu pamor keris yang sangat populer dan banyak diburu oleh para pecinta benda pusaka adalah Pamor Udan Emas karena diyakini memiliki tuah untuk kerejekian.
Pamor Udan Emas adalah pamor yang sangat populer di masyarakat umum. Pamor ini banyak dianggap memiliki daya atau kekuatan gaib yang mampu membuat pemegang keris dengan pamor ini dimudahkan rejekinya sehingga keris ini banyak diburu dan dimiliki oleh berbagai kalangan masyakarat, khususnya para pelaku bisnis di berbagai sektor usaha.
Keris berpamor udan emas ini pada dasarnya merupakan pamor rekan.  Pamor rekan adalah pamor yang sengaja dibuat oleh sang mpu pembuat keris, sedang pamor yang tidak sengaja dibuat oleh sang empu biasa disebut sebagai pamor tiban. Oleh banyak kalangan, KERIS dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rejeki. Dengan rejeki yang cukup,diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih baik dan sejahtera.
Pada dasarnya, ada tiga jenis tuah atau kekuatan gaib dalam keris yaitu tuah untuk kesaktian, tuah untuk kekuasaan dan wibawa, dan tuah kerejekian.  Ketiga tuah tersebut adalah tuah-tuah pokok yang ada pada keris atau tosan aji lainnya.
Pamor Udan EmasKi Kresno, paranormal asal Blitar Jawa Timur yang juga memiliki pemahaman terhadap keris mengatakan bahwa Pamor Udan Emas dalam keris sangat memiliki nilai ajaran yang luhur. “Pamor itu memiliki nilai ajaran yang luhur.  Kalau pamor Udan Emas, ada gambaran lingkaran yang seperti obat nyamuk itu.  Lingkaran itu bisa dimaknai bahwa manusia pada umumnya dan pemegang keris berpaor udan emas tersebut pada khususnya harus memiliki kepekaan dan kepedulian sosial serta harus bisa bermanfaat bagi sesama makhluk Tuhan di muka bumi ini. Lingkaran dari tengah yang kian lama kian melebar berarti harus selalu meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosialnya bagi sesama”, jelas Ki kresno kepada infomistik, Senin, 03/06/2013 di kediamannya.
“selain itu, Pamor Udan Emas juga mengandung ajaran berupa perintah untuk bersedekah. Udan itu bahasa Jawa, bahasa Indonesianya adalah hujan. Sedekah itu bagaikan hujan emas, baik bagi pemberi sedekah maupun penerima sedekah.  Hujan juga memiliki sifat mendinginkan, demikian juga sedekah.  Sedekah akan mampu mendinginkan dan melembutkan hati bagi orang yang memberikan sedekah maupun yang menerima sedekah.  Bagi penerima sedekah, sedekah yang diterimanya bagaikan hujan emas, karunia Tuhan yang sangat berarti dalam kehidupan. Melalui sedekah, hubungan sosial antara pemberi sedekah dan penerima sedekah akan lembut dan harmonis”, tambah Ki Kresno.
“terkait dengan kerejekian, pada prinsipnya adalah pada kemampuan pemegang keris untuk melaksanakan ajaran atau perintah yang ada dalam Pamor Keris tersebut yaitu sedekah. Bahkan yang tidak memegang keris itupun, asalkan mau melaksanakan sedekah, maka rejekinya akan dimudahkan oleh Allah SWT.  Kalau ingin kaya atau memiliki uang banyak, ya perbanyak sedekah dengan uang. Tidak pernah ada orang yang jatuh miskin karena banyak sedekah. Biarpun orang memiliki seratus bilah keris berpamor Udan Emas ini tetapi tidak mau bersedekah atau berbagi kepada sesama, maka untuk manfaat kerejekiannya juga tidak ada alias jauh panggang dari api.”, pungkas Ki Kresno. Wallahu A’lam Bis-Shawab.
( http://infomistik.com)

KERIS SINGO BARONG








KERIS SINGOBARONG DAPUR PANDOWO
LUK 5
PAMOR :SEGORO MUNCAR
TANGGUH : ESTIMASI MATARAM SENOPATEN
RANGKA  KAYU JATI UKIR BALI

 filosofi keris singo barong
  keris singo barong  mempunyai makna :Tuah Kekuasaan dan ketegasan,
PAMOR SEGORO MUNCAR 
memudahkan/meluaskan rezeki ,memperluas pergaulan ,keselamatan,
SEMUA ATAS KEHENDAK ALLAH  SWT

KERIS SENGKELAT








KERIS SENGKELAT
LUK :13
PAMOR : NGULIT SEMONGKO
TANGGUH : ESTIMASI MATARAM
RANGKA LADRANG KAYU SAWO

SEKILAS MENGENAI KERIS SENGKELAT
Kyai Sengkelat adalah keris pusaka luk tiga belas yang diciptakan pada jaman Majapahit (1466 – 1478), yaitu pada masa pemerintahan Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) karya Mpu Supa Mandagri.

Mpu Supa adalah salah satu santri Sunan Ampel. Konon bahan untuk membuat Kyai Sengkelat adalah cis, sebuah besi runcing untuk menggiring onta. Konon, besi itu didapat Sunan Ampel ketika sedang bermunajat. Ketika ditanya besi itu berasal darimana, dijawab lah bahwa besi itu milik Muhammad saw. Maka diberikan lah besi itu kepada Mpu Supa untuk dibuat menjadi sebilah pedang.

Namun sang mpu merasa sayang jika besi tosan aji ini dijadikan pedang, maka dibuatlah menjadi sebilah keris luk tiga belas dan diberi nama Kyai Sengkelat. Setelah selesai, diserahkannya kepada Sunan Ampel. Sang Sunan menjadi kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Menurutnya, keris merupakan budaya Jawa yang berbau Hindu, seharusnya besi itu dijadikan pedang yang lebih cocok dengan budaya Arab, tempat asal agama Islam. Maka oleh Sunan Ampel disarankan agar Kyai Sengkelat diserahkan kepada Prabu Brawijaya V.
Ketika Prabu Brawijaya V menerima keris tersebut, sang Prabu menjadi sangat kagum akan kehebatan keris Kyai Sengkelat. Dan akhirnya keris tersebut menjadi salah satu piyandel (maskot) kerajaan dan diberi gelar Kangjeng Kyai Ageng Puworo, mempunyai tempat khusus dalam gudang pusaka keraton.
Pusaka baru itu menjadi sangat terkenal sehingga menarik perhatian Adipati Blambangan. Adipati ini memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencuri pusaka tersebut demi kejayaan Blambangan, dan berhasil. Mpu Supa yang telah mengabdi pada kerajaan Majapahit diberi tugas untuk mencari dan membawa kembali pusaka tersebut ke Majapahit. Dalam menjalankan tugasnya, sang Mpu menyamar sebagai seorang pandai besi yang membuat berbagai alat pertanian dan mengganti namanya menjadi Ki Nambang.

Di samping pandai membuat alat pertanian, beliau juga membuat tombak, pedang dan keris yang kemudian dipamerkan di tempat-tempat keramaian, di Blambangan. Seketika pameran tersebut memancing perhatian banyak orang. Banyak sekali pesanan datang dari para pejabat kadipaten Blambangan. Termasuk patih Adipati Blambangan yang memesan Keris Carangsoka.
Akhirnya sang adipati Blambangan menyaksikan keris ciptaan Ki Nambang, sebilah keris Carangsoka yang sangat bagus dan ampuh. Ketika ditusukkan ke pohon pisang, seketika itu seluruh daun pisang menjadi layu. Karenanya sang mpu di undang untuk menghadap ke kadipaten guna membicarakan suatu hal yang rahasia dengan alasan agar percikan bunga api besi bahan kerisnya, tidak menjadi bencana bagi rakyat Blambangan.

Ternyata setelah Ki Nambang datang menghadap, didapatnya tugas untuk membuat “putran” atau tiruan Kangjeng Kyai Puworo (Keris Sengkelat). Ki Nambang dengan siasatnya meminta disediakan perahu untuk membuat tiruan Kyai Sengkelat dengan alasan percikan bunga api besi bahan kerisnya tidak menimbulkan bencana bagi rakyat Blambangan.
Singkat cerita, akhirnya rencana mendapatkan kembali keris pusaka Majapahit itu berhasil tanpa harus menimbulkan kecurigaan dan pertumpahan darah. Malah Ki Nambang akhirnya dianugerahi seorang putri kadipaten yang bernama Dewi Lara Upas, adik dari Adipati Blambangan itu sendiri. Serta mendapatkan gelar kebangsawanan sebagai Kangjeng Pangeran berikut tanah perdikan di Desa Pitrang. Maka namanya pun berubah menjadi Kangjeng Pangeran Pitrang yang bekerja sebagai mpu kadipaten Blambangan.

Sang Mpu yang berhasil melaksanakan tugas selalu mencari cara agar dapat kembali ke Majapahit. Ketika kesempatan itu tiba maka beliau pun segera kembali ke Majapahit dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Sebelum pergi, beliau meninggalkan pesan kepada sang istri bahwa kelak jika anak mereka lahir laki-laki agar diberi nama Joko Suro, serta meninggalkan besi bahan membuat keris.

Lima belas tahun kemudian setelah Mpu Pitrang meninggalkan Blambangan, datang lah seorang pemuda yang mengaku sebagai anak mpu Supa. Ketika ditanya, ia mengaku bernama Joko Suro. Mpu meminta bukti berupa besi bahan membuat keris. Namun ketika diserahkan oleh Joko Suro, besi bahan itu telah menjadi sebilah keris. Ternyata selama dalam perjalanan mencari ayahandanya, besi itu oleh Joko Suro dipijit-pijit dan ditarik olehnya hingga menjadi sebilah keris kecil. Maka keris itu pun dinamakan Keris Kyai Bethok yang mempunyai keampuhan menyingkirkan niat jahat.

 NGULIT SEMANGKA
Sepintas seperti kulit semangka, tuahnya seperti Sumsum Buron, memudahkan mencari jalan rejeki dan mudah bergaul pada siapa saja dan dari golongan manapun. Pamor ini tidak memilih dan cocok bagi siapa saja.
ATAS KEHENDAK ALLAH SWT LAH SEMUA BISA TERJADI

KYAI SEMAR LUNGGUH




SEMAR LUNGGUH


Insya Allah mengandung khasiat :
*Memiliki aura pengasihan yang kuat.
*Dicintai dan disayangi oleh kalangan masyarakat terutama lawan jenis.
*Dihormati dan disayang atasan atau bawahan.
*Sangat cocok digunakan bawahan yang ingin mendapatkan perhatian dari atasan.
*Sangat cocok untuk atasan agar memiliki kewibawaan yang tinggi.
*Memberikan keberuntungan.
*Cocok bagi kalangan pedagang, pebisnis, wirausaha, dan mahasiswa
*Mendatangkan rejeki dari segala arah
*Dapat dipakai sebagai Media Pengobatan 
segalanya hanya bisa terjadi atas kehendak Allah

KERIS SABUK INTEN










KERIS SABUK INTEN LUK 11
PAMOR PENDARINGAN KEBAK
TANGGUH: ESTIMASI PAJAJARAN
RANGKA GAYAMAN PENDOK BLEWAH

 SEKILAS TENTANG KERIS SABUK INTEN
Kiai Sabuk Inten. Keris berluk 11 ini muncul dan terkenal bersama Keris Kiai Nogososro. Dua keris ini disebut-sebut sebagai warisan zaman Majapahit. Keduanya bahkan sering disebut dalam satu rangkaian Nogososro-Sabuk Inten. Tak lain karena kedua keris ini diyakini sebagai sepasang lambang karahayon atau kemakmuran sebuah kerajaan. Nogososro mewakili wahyu keprabon yang hilang dari tahta Demak dan Sabuk Inten mewakili kemuliaan dan kejayaannya. Dua keris ini adalah maha karya cipta Mpu Supo.
Banyak versi telah mengungkap legenda Keris Nogososro dan Sabuk Inten. Namun di zaman modern seperti sekarang, keris berdapur Sabuk Inten lebih menarik minat seseorang untuk memilikinya. Tak lain karena keris tersebut diyakini bisa melancarkan rejeki dan mendatangkan kemuliaan. Ini dibenarkan oleh seorang pemilik keris Sabuk Inten berpamor pendaringan kebak,
Sejak zaman Majapahit, Keris Sabuk Inten memang sudah mewakili golongan bangsawan atau kaum mapan, sehingga diperangi oleh keris Kiai Sengkelat yang mewakili kaum marjinal atau golongan rakyat jelata yang merasa terpinggirkan. Dua keris yang melambangkan situasi perpecahan di masa akhir Majapahit ini lalu memunculkan keinginan untuk bersatu padu yang juga dimanifestasikan dalam bentuk keris, Kiai Condong Campur.
Setelah berabad abad lamanya waktu berpilin, pamor keris berikut legendanya masih dipercaya kebenarannya. Kiai Nogososro sebagai simbol wahyu keprabon yang hilang dari Keraton Demak, dulu sering diburu oleh para calon pemimpin atau presiden. Namun sebagai simbol wahyu kepemimpinan, Keris Mpu Gandring relatif lebih populer dibanding keris Nogososro. Bagaimana dengan Keris Kiai Sabuk Inten?
Mpu Djeno Harumbrodjo, keturunan ke-17 Mpu Supo-Majapahit mengatakan kepada posmo, pada dasarnya keris berdapur Sabuk Inten semuanya berluk 11. Ini berbeda dengan keris Condong Campur yang terdapat dua versi, berluk 13 dan tanpa luk atau lurus. Menurut Mpu Djeno, Kiai Condong Campur bahkan disebutkan ada yang berluk 5. Perbedaan ini semakin membuat rumit pengelompokkan jenis keris. Mpu Djeno sendiri juga mengaku setengah menyesal dengan perkembangan keris saat ini yang nama dan maknanya beragam sehingga sulit untuk dipakemkan.



Keris Sabuk Inten, terang Mpu Djeno, hanya berbeda tipis dengan Keris Condong Campur atau Nogososro. Ciri khas keris berdapur Sabuk Inten adalah luk 11, dengan dua jalu memet dan dua lambe gajah. Pada bilahnya tidak terdapat sogokan. Ada pun pamornya bisa Beras Wutah, Udan Mas, Blarak Sineret, Ron Genduru dan banyak lagi. Sedangkan gagang dan warangka, menurutnya, tidak begitu signifikan sebagai pembeda. “Yang penting dari sebilah keris adalah wilah atau bilah dan ricikan serta pamornya”, kata Mpu Djeno.
Perbedaan jenis pamor, lanjut Mpu Djeno, juga berdampak pada perbedaan tuah keris. Beras Wutah merupakan pamor untuk menghasilkan kelancaran rejeki, Udan Mas cocok untuk para pebisnis dan Blarak Sineret untuk kewibawaan. Namun, beberapa pamor keris dengan nama berbeda seringkali sama tuahnya, misalnya pamor Beras Wutah dan Udan Mas. Sedangkan pamor Blarak Sineret dan Ron Genduru juga sama tuahnya, yakni untuk kewibawaan.
Mpu Djeno mengatakan, jenis pamor yang multi tuah dan makna itu kemudian dipertegas dengan jumlah luk-nya. Luk 11 pada intinya merupakan lambang kedinamisan dan semangat pantang menyerah untuk menggapai tujuan. Dengan demikian, Keris Sabuk Inten dengan luk 11 dan pamor pendaringan kebak, menjadi tegas makna dan tuahnya sebagai keris yang berperbawa besar untuk sebuah kemuliaan atau kejayaan dan semangat pantang menyerah. 
dari berbagai sumber.
segalanya bisa terjadi karena ridho Allah swt

Kamis, 22 Agustus 2013

TOMBAK PANGGANG LELE






TOMBAK PANGGANG LELE
TANGGUH: KABUDHAN
PAMOR MBANYU MILI
RANGKA : KAYU JATI LAWASAN
ASAL USUL PUSAKA: PEMBERIAN PAMAN THN 2004( SEKARANG BELIAU SUDAH BERPULANG ) ,MENURUT BELIAU PUSAKA INI DIDAPAT DARI HASIL TIRAKATAN DI MAKAM SYECH JANGKUNG (SARIDIN) DI PATI JATENG

Tentang Pamor MBANYU MILI
  Bentuk pamor seperti garis – garis dari bagian pangkal sampai ujung bilah. Ada yang utuh ada juga yang terputus-putus dan ada yang bercabang.
Bagi yang percaya tuah pamor ini dapat membuat pemiliknya mempermudah dalam pergaulan dalam masyarakat.
(Pamor Keris – Bambang Hansrinuksmo)

KEMBALI PADA KUASA ALLAH